INKAM, SOPPENG – Rangkaian Literasi Digital ‘Indonesia Makin Cakap Digital’ di Sulawesi yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, dan Siber kreasi bersama Dyandra Promosindo dan dilaksanakan secara virtual, memasuki hari ketujuh.
Pada hari ini, Senin (7/6/2021), webinar Literasi Digital yang mengusung tema “Dakwah yang Ramah Internet” difokuskan di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.
Dalam webinar yang dimoderatori Royce Wijaya, narasumber yang dihadirkan adalah adalah Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nurhayati dengan tema “Digital Skill: pemanfaatan internet untuk menyebarkan konten positif bagi pemuka agama”, Muh Asratillah Senge, Founder Profetik Institute, dengan tema “Digital Culture: literasi dalam berdakwa di dunia digital”, Zulkhairi Burhan, pegiat literasi, yang membawa tema “Digital Ethics: bijak di kolom komentar”, dan Muhammad Iqbal, Direktur IQ Institute yang mengusung tema “Digital Safety: tips dan pentingnya internet sehat.”
Neni Nur Hayati, Direktur DEEP Indonesia, mengatakan, digital skill diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan dan menyelesaikan pekerjaan dengan memanfaatkan perangkat digital. Pentingnya digital skill ini menjadi tantangan baru dalam literasi dakwah media. Dakwah digital menjadi wajib dilakukan lantaran kemudahan akses terhadap media digital dan banyaknya konten, yang bahkan terdiri dari ribuan, dalam ruang digital. Wajah Indonesia ke depan sangat ditentukan oleh konten yang disediakan di ruang digital hari ini. Selain itu, narasi konservatif masih mendominasi di media sosial ketimbang narasi moderasi.
“Apa yang mesti dilakukan? Menjadi pendakwah harus memiliki keunikan dan berpenampilan menarik. Isi materi dakwah sebaiknya tidak bertele-tele dan disampaikan lewat platform media digital yang sesuai. Selain itu, konsistensi menyebarluaskan konten positif sangat penting. Hal lainnya adalah selalu mengevaluasi konten yang sudah diproduksi. Salah satu kekuatan dakwah digital adalah berkolaborasi,” kata Neni.
Asratillah mengatakan, peran teknologi digital membantu para pendakwah agama untuk menyebarluaskan pesan-pesan agama secara lebih masif. Ketimbang dengan cara konvensional, seperti berdakwa di atas mimbar yang jumlah audiensnya terbatas, dakwah di media digital memiliki jangkauan yang lebih luas yang tak dibatasi sekat geografis dan waktu. Jadi, dunia digital menjadi sebuah peluang bagi para pendakwah untuk memperluas segmen dakwahnya.
“Dakwah tidak boleh jalan di tempat dan menggunakan cara-cara konvensional saja. Tetapi, dakwah harus dinamis, progresif, dan inovatif dengan memanfaatkan media digital,” ujar Asratillah.
Zulkhair Burhan menyampaikan, sebelum mengunggah tulisan di media sosial atau mengomentari unggahan pihak lain, sebaiknya harus dipertimbangkan masak-masak tentang lima hal. Kelima hal itu adalah apakah unggahan atau komentar sudah sesuai fakta atau tidak, apakah bermanfaat atau tidak, apakah bisa menginspirasi atau tidak, apakah perlu disampaikan atau tidak, dan apakah komentar atau unggahan itu baik.
“Selain itu, untuk meningkatkan literasi digital, perlu disosialisasikan secara masif regulasi yang mengatur dunia digital, agar tidak ada unggahan atau komentar yang punya dampak hukum. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan multipihak di mana inisiatif literasi digital harus menjadi pekerjaan bersama dan banyak pihak,” ucap Zulkhairi.
Narasumber terakhir Muhammad Iqbal mengatakan, kejahatan siber kerap menggunakan metode umum, yaitu menjebol kata sandi pemilik sebuah akun digital. Oleh karena itu, ia memberikan tips agar hal itu bisa dicegah dan ditangkal. Caranya adalah dengan membuat kata sandi cukup panjang, rumit, tetapi mudah diingat.
“Idealnya, kata sandi merupakan kombinasi angka, huruf, atau simbol tertentu. Selain itu, gunakan sandi yang berbeda untuk setiap akun dan gunakan fitur pengelola sandi bila diperlukan,” ujar Iqbal.
Iqbal juga menyatakan apabila terlanjur terjadi kebocoran data pada akun, sebaiknya pemilik akun segera mengganti kata sandi dan menerapkan verifikasi dua langkah. Apabila dirasa ada kesulitan mengingat kata sandi, disarankan untuk menggunakan layanan pengelola kata sandi.
Salah satu peserta webinar, Muhadi, bertanya tentang bagaimana cara mengidentifikasi bahwa konten di dunia digital tidak mengandung kesesatan informasi di bidang keagamaan dan mengandung hal-hal negatif yang membahayakan masa depan generasi sekarang.
Menjawab hal tersebut, Asratillah mengatakan, secara sederhana adalah apakah konten keagamaan tersebut memiliki tujuan tertentu, misalkan propaganda untuk tujuan kepentingan jangka pendek, misalkan untuk kepentingan politik praktis.
Kegiatan Literasi Digital ‘Indonesia Makin Cakap Digital’ di Sulawesi akan diselenggarakan secara virtual mulai dari Mei 2021 hingga Desember 2021 dengan berbagai konten menarik dan materi yang informatif dari para narasumber terpercaya. Bagi masyarakat yang ingin mengikuti sesi webinar selanjutnya, informasi bisa diakses melalui https://www.siberkreasi.id/ dan akun sosial media @Kemenkominfo dan @siberkreasi, serta @siberkreasisulawesi khusus untuk wilayah Sulawesi.