INKAM, GOWA – Penerapan Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi sorotan, khususnya dalam aspek tindak pidana terhadap agama, kepercayaan, dan kebebasan beribadah.
Untuk memperdalam pemahaman mengenai regulasi ini, CRCS UGM/ISFORB bekerja sama dengan Fakultas Syariah dan Hukum serta Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, menggelar workshop bertajuk Tindak Pidana terhadap Agama, Kepercayaan, dan Kehidupan Beragama dalam KUHP Baru.
Acara ini berlangsung di Gedung Rektorat UIN Alauddin Makassar, pada Senin (3/2/2025).
Workshop ini bertujuan, untuk membahas lebih lanjut pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur sanksi terhadap penodaan agama, penyebaran kebencian berbasis agama, serta tindakan yang mengganggu kebebasan beribadah.
Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa, akademisi, dan praktisi hukum.
Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Drs. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D., membuka acara ini, didampingi oleh Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Dr. Muhaemin, M.Th.I., M.Ed., serta Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Dr. H. Abd. Rauf Muhammad Amij, Lc., M.A.
Dalam sesi utama, Dr. Fadli Andi Natsif, S.H., M.H., memaparkan, negara memiliki kewajiban untuk melindungi kebebasan beragama dan pemeluknya, sebagaimana diatur dalam Pasal 28I UUD 1945.
Ia juga mengulas pasal 300-305 dalam KUHP 2023, yang berkaitan dengan perlindungan kebebasan individu dalam menjalankan agama dan kepercayaannya.
Menurutnya, pemahaman yang benar terhadap pasal-pasal ini sangat penting, agar tidak terjadi multitafsir yang dapat menimbulkan konflik hukum di masyarakat.
Sementara itu, Syamsul Maarif, M.A., Ph.D., membahas hubungan antara hukum dan agama, sebagai dua ranah yang berbeda, tetapi saling beririsan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Ia menyoroti enam pasal dalam KUHP terbaru, yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan kepercayaan, serta mengulas kompleksitas penerapan hukum dalam konteks keberagaman agama di Indonesia.
Menurutnya, regulasi ini harus diterapkan dengan pendekatan yang inklusif, agar tidak menimbulkan diskriminasi terhadap kelompok tertentu.
Diskusi dalam workshop berlangsung interaktif, dengan peserta yang aktif mengajukan pertanyaan, mengenai potensi dampak dari regulasi ini, terhadap kehidupan beragama di Indonesia.
Beberapa peserta menyoroti pentingnya keseimbangan, antara perlindungan kebebasan beragama dan kebijakan hukum yang tegas terhadap tindakan penodaan agama, atau penyebaran kebencian berbasis agama.
Narasumber menegaskan, pemahaman yang mendalam terhadap KUHP baru diperlukan, agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam penerapannya.
Selain itu, akademisi dan praktisi hukum diharapkan dapat berperan aktif, dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai aturan ini.
Sosialisasi yang lebih luas dinilai penting, untuk memastikan bahwa KUHP terbaru dapat diterapkan secara adil, tanpa merugikan pihak tertentu.
Pemerintah dan institusi pendidikan diharapkan terus membuka ruang diskusi, agar regulasi ini dapat berjalan sejalan dengan prinsip keadilan dan hak asasi manusia.
Dengan adanya workshop ini, diharapkan masyarakat semakin memahami aturan dalam KUHP 2023, yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan.
Sosialisasi yang lebih luas serta pendampingan hukum bagi masyarakat perlu terus digalakkan, agar penerapan undang-undang ini, tidak menimbulkan kesalahpahaman maupun penyalahgunaan.