INKAM, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), terus memperkuat regulasi serta infrastruktur perdagangan karbon luar negeri.
Pemerintah telah melakukan berbagai penguatan terhadap elemen penting dalam ekosistem karbon, guna menjamin transparansi dan keadilan perdagangan.
Beberapa langkah yang telah diambil antara lain, penguatan Sistem Registri Nasional (SRN), Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV), serta mekanisme Otorisasi dan Corresponding Adjustment (CA) dalam perdagangan karbon internasional.
Dengan sistem ini, setiap unit karbon yang diperdagangkan memiliki standar yang jelas dan terhindar dari risiko double accounting, double payment, maupun double claim.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan, regulasi ketat ini memastikan Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE) yang dihasilkan Indonesia, memiliki integritas tinggi.
“Indonesia telah menyiapkan unit karbon sebanyak 1.780.000 ton CO2e yang berasal dari sektor energi, termasuk dari pembangkit listrik berbasis gas bumi dan tenaga air,” ujarnya.
Sistem registri nasional yang dikelola KLH/BPLH, juga telah terintegrasi dengan IDXCarbon yang diawasi oleh OJK.
Hal ini memastikan, bahwa setiap unit karbon yang diperdagangkan telah disertifikasi, dan memiliki kredibilitas di pasar internasional.
Perdagangan karbon internasional ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk sektor swasta, institusi keuangan, perbankan, dan filantropi.
Keberhasilan perdagangan karbon sangat bergantung pada kerja sama berbagai pihak, mengingat mekanisme ini merupakan aksi kolektif yang tidak bisa berjalan sendiri.
Dengan regulasi dan sistem perdagangan yang semakin matang, Indonesia diharapkan dapat memainkan peran lebih besar dalam pasar karbon global.
Ke depan, kolaborasi antara OJK, pemerintah, dan pelaku industri diharapkan terus berkembang, guna meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan karbon internasional.